Minggu, 21 September 2014
Protap Riau.Com, Bengkalis – Alih fungsi lahan yang sering kali terjadi, kerap kali diakibatkan oleh kebijakan pemerintah seperti dalam pemekaran wilayah, baik pemekaran Provinsi ataupun Kabupaten/Kota. Kawasan Hutan lindung yang seharusnya tidak boleh berubah fungsi kerap kali terancam akibat pemekaran wilayah. Sebut saja Di pulau Bengkalis, wilayah kawasan hutan lindung justru masuk sebagai daerah yang akan di jadikan pelabuhan. Selain itu, kawasan hutan mangrove yang masuk dalam kawasan Hutan Lindung justru telah di babat dan rencananya kedepan akan di bangun pelabuhan roro penyeberangan.
Lokasi yang di bangun ini terletak di sekitar areal pelabuhan roro penyeberangan air putih-sei.selari yaitu pada titik kordinat keriteria kawasan Lindung dan kawasan pantai berhutan bakau(Mangrove) Tutur Ketua Lembaga Swadaya masyarakat Ikatan Pemuda Melayu Peduli Lingkungan(Lsm IPMPL) SOLIHIN kepada Protap Riau.com ketika menyambangi kediamannya di Bengkalis. Sepekan silam(13/09) Perlindungan Kawasan Hutan mangrove ini juga tertuang di Keputusan Presiden RI No 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung, Undang-undang RI No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Pasal 50 ayat (1),ayat(2),ayat(3) serta Undang-Undang RI No 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Kami menilai, Proyek Pembangunan Dermaga Penyeberangan air Putih Kabupaten Bengkalis dengan alokasi dana Apbd Kab.Bengkalis tahun 2014 yang telah di menangkan oleh PT. Pagar Sirip Group dengan nilai penawaran RP.30.291.938.000, serta Proyek pembangunan fasilitas darat pelabuhan roro air putih selaku pemenang tender yakni PT.Tangga batu jaya Abadi dengan nilai Rp. 7.008.483.300, ini telah melanggar hukum yang berlaku di negara ini yakni tidak memiliki izin pelepasan alih fungsi kawasan hutan lindung , ‘’kesal Solihin’’.
Ia juga sangat menyayangkan, hingga hari ini. Kami tidak mendapat jawaban tertulis dari Bupati kab.Bengkalis hingga Kadishub dan infokom kab.bengkalis mengenai penggunaan serta perubahan fungsi kawasan Lindung dan kawasan pantai berhutan bakau(mangrove).
Ia beranggapan, sesuatu kegiatan yang menimbulkan dampak penting sebagaimana di jelaskan tadi, wajib untuk memiliki izin pelepasan kawasan melalui proses izin prinsif bupati, izin prinsif dari Gubernur Riau , izin prinsif Menteri kehutanan RI sampai dengan persetujuan DPR RI. Bukan berarti Proyek pembangunan pelabuhan Roro Air Putih kab.bengkalis ini hanya bisa mengandalkan Analisis mengenai Dampak Lingkungan(AMDAl) lalu bebas dengan leluasa membabat hutan bakau yang tumbuh dengan lebat di sepanjang bibir pantai kawasan hutan lindung yang memang telah di lindungi Undang-undang.
Kita juga menyadari, pemerintah kab.Bengkalis tentu mempunyai jangka waktu pendek dan menengah untuk menyelasaikan permasalahan ini, dan kita juga sangat menyayangkan sikap Tim Pemberantasan Illegal logging yang hanya menghabiskan duit negara dan tidak bisa berbuat apa-apa serta Bupati bengkalis Herliyan Saleh pun hingga saat ini juga telah tutup mata tentang permasalahan pembangunan Pelabuhan roro air Putih yang terus berjalan hingga hari ini.”Kata Solihin”.
Pemerintah Daerah kabupaten Bengkalis seharusnya merancang terlebih dahulu sebelum pembangunan di mulai karena jika permasalahan ini tidak di tindak lanjuti maka kami akan menindak lanjutinya ke Pihak polda Riau, Kejaksaan Ri, Hingga Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) RI secepatnya.’’Tutup Solihin’’.
Dedi Koboy
Comment