Senin, 06 Oktober 2014
Kualitas Serta Moral Pribadi Pemimpin Dalam Pelaksanaan Tugasnya
Oleh:Dedi Saputra
Sokrates memperhatikan soal – soal praktis dalam hidup manusia. Dengan kata lain, Sokrates mencurahkan perhatiannya pada cabang filsafat yang disebut “etika”.
Socrates lahir pada tahun 470 SM. Anak dari Sophroniskos seorang tukang batu dan Phainarete adalah seoarang bidan. Sokrates adalah murid dari Arkhelaos, filsuf yang mengganti Anaxagoras di Athena. Pada usia masih muda ia berbalik dari filsafat alam dan mulai mencari jalannya sendiri.
Dalam Apologia, Sokrates menerangkan kepada hakim – hakimnya, bahwa ia menganggap sebagai tugasnya mengingatkan para warga Negara Athena supaya mereka mengutamakan jiwa mereka dan bukan kesehatan, kekayaan, kehormatan atau hal – hal lain yang tidak sebanding dengan jiwa.
Menurut Sokrates, tujuan tertinggi kehidupan manusia adalah membuat jiwanya menjadi sebaik mungkin. Sokrates menambah arti baru pada kata “jiwa” (physke), yang sejak waktu itu diterima umum dalam bahasa Yunani, yaitu jiwa sebagai intisari kepribadian manusia.
Di Bumi Lancang kuning, beberapa pekan terakhir. Kita di kejutkan dengan kabar yang sangat memalukan bagi masyarakat provinsi Riau. Yaitu tertangkap Tangannya Gubernur Riau anas maamun oleh KPK beberapa waktu lalu.
Belum lama pemilihan gubernur Riau usai, hingga pada akhirnya tampuk kepemimpinan untuk orang nomor satu di Provinsi Riau ini jatuh pada pada pasangan Anas maamun berpasangan dengan Arsyad Juliandi Rahman hingga di lantik oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di Gelanggang olahraga(GOR) Remaja jalan Jenderal Sudirman pekanbaru pada Februari 2014 silam,
Pasangan Annas dan Arsyad Juliandi Rahman resmi sudah untuk memimpin Riau Periode tahun 2014-2019. Pasangan anas maamun dan Andi Rahman menggantikan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Riau yakni Rusli Zainal-HM Mambang Mit.
Untuk kita ketahui bersama, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)bukan kali ini saja menangkap Gubernur Riau. Sebelum membekuk Annas Maamun, KPK sebelumnya juga telah menangkap mantan gubernur Riau Rusli Zainal dan Saleh Djasit.
Anas maamun adalah mantan Bupati Rokan Hilir yang telah menjabat selama 2(Dua) Periode. Annas Maamun merupakan sosok pemimpin tertua yang pernah menjabat sebagai gubernur di Riau dan Gubernur paling tua di indonesia, Sebelumnya, anas Maamun pernah berprofesi sebagai guru selama lima tahun. Ia juga pernah menjadi birokrat di Kabupaten Bengkalis dan Kotamadya Pekanbaru dimana ia pernah menjadi Plt. Camat Rumbai tahun 1986.
Tahun 1999 hingga 2001, Annas didapuk sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk Kabupaten Bengkalis. Ia juga pernah menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Rokan Hilir periode 2001 – 2005 sebelum akhirnya menjabat sebagai Bupati Rokan Hilir.
Hingga pada akhirnya, Tuhan berkehendak lain, Belum Genap 7(Tujuh) bulan menjabat, gubernur Riau Anas maamun yang didukung dari Partai Golongan Karya tersebut tertangkap tangan terkait dengan kasus dugaan suap alih fungsi lahan. Saat ini Annas Maamun masih ditahan di sel Guntur KPK, Jakarta.
Sebelum anas maamun menjabat Gubernur Riau untuk periode 2014-2019 Gubernur terdahulu juga di tangkap KPK yakni Rusli Zainal, Mantan Gubernur termuda ini telah menjabat selama dua periode, yaitu 2003-2008 dan 2008-2013. Ia ditangkap KPK terkait dengan kasus korupsi PON XVIII, suap anggota DPRD Riau, dan penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman (IUPHHK-HT) di Kabupaten Pelalawan, Riau.
H. Saleh Djasit. SH, yang menjabat Gubernur Riau pada 1998-2003, juga harus berurusan dengan KPK terkait dengan kasus korupsi mobil pemadam kebakaran(Damkar)KPK menahan Saleh pada 19 Maret 2008 setelah menjadi anggota DPR RI.
Kini, 2(dua) pekan sudah Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK)telah menahan serta menetapkan Annas sebagai tersangka penerima suap Rp 2 miliar dalam proyek alih fungsi 140 hektare lahan kebun sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. KPK juga mengenakan status tersangka terhadap pengusaha bernama Gulat Medali Emas Manurung, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Riau, sebagai pemberi suap.
Hingga pada akhirnya, tampuk kepemimpinan di Negeri Bumi Lancang Kuning mau tak mau harus di serahkan pada wakil Gubernur Riau Arsyad juliandi Rachman oleh Menteri dalam Negeri RI.
Kini, Pekerjaan besar telah di hadapkan kepada Plt Gubernur Riau yang dikenal dengan nama Andi Rachman, sosok yang di harapkan masyarakat Provinsi Riau menjadi pemimpin lebih kurang 5(Lima) tahun ke depan.
Mampu atau tidak dalam pelaksanaanya, bisa atau tidak dalam semua urusan penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi Riau mendatang, semua kembali kepada pelaksananya itu sendiri yakni Plt gubernur Riau yang serahkan langsung mendagri.
Untuk kita pahami bersama, segala urusan pemerintahan tentu harus dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Plt Gubernur Riau yang menyelenggarakan roda pemerintahan berdasarkan kriteria di atas terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi Riau merupakan urusan wajib bagi Plt gubernur Riau dalam skala provinsi yang meliputi beberapa buah urusan.
yakni Urusan pemerintahan provinsi Riau yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata. meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.
Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan pemerintahan antara Plt gubernur dengan Dprd Riau sebagai pengawas Roda pemerintahan yang berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang ada di bumi Lancang kuning kedepan.
Berbicara soal Pemimpin, tentu kita di hadapkan pada 2(dua) hal yakni moral dan kualitas pemimpin itu sendiri. Dalam kadar tertentu peluang munculnya sosok pemimpin yang betul-betul di butuhkan Provinsi Riau saat ini untuk menghadapi tantangan lebih kurang lima tahun ke depan bagi negeri ini. Maka kita juga jangan heran, jika kebanyakan masyarakat ragu akan kualitas serta moral pribadi pemimpin dalam pelaksanaan tugasnya untuk jadi pemimpin yang ideal.
Maksud kata dari pemimpin ideal ini, sejatinya adalah pemimpin yang terbaik dalam makna yang objektif, yang didasarkan pada kepentingan Negara. Sosok pemimpin ideal harus bisa bekerja dan memahami fungsinya dan bukan menyalahi aturan yang telah di tetapkan serta tidak menggunakan jabatan untuk mencapai tujuan pribadi, kepentingan Golongan, kelompok dan kroni-kroninya sendiri.
Pemimpin ideal akan mampu memperlakukan siapa saja secara adil, siapapun dia yang akan datang menjumpainya baik itu teman, kawan, dan masyarakat yang di pimpinnya.
Serta bisa bertindak objektif, karena sosok ini dituntut untuk dapat memiliki kepribadian dan moral yang terpercaya. Tidak pilih kasih, cinta tanah air serta berani dalam menegakkan kebenaran serta keadilan yang sesungguhnya dalam mencapai kesetiakawanan sosial bagi seluruh masyarakat di Bumi Lancang kuning.
Pemimpin ideal haruslah seorang yang memiliki tingkat intelektualitas yang memadai. Intelektualitas yang di maksud disini, tentu saja bukanlah persoalan deretan gelar formal atau gelar akademis yang berderet panjang baik itu di depan maupun di belakang nama.
Intelektualitas dalam perbincangan kita ini adalah keluasaan seorang pemimpin, serta kepekaan wawasan dalam banyaknya persoalan yang akan di hadapinya, Hingga pada akhirnya akan terlihat dan tercermin pada setiap kebijakan serta keputusannya dalam mengambil satu kebijakan.
Hingga pada akhirnya, Kepala daerah akan di uji moral serta keteguhannya dalam mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Memang, Undang-Undang telah mengatur mengenai Keuangan Negara, Sehingga, terdapat penegasan di bidang pengelolaan keuangan.
yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/wali kota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Memang, Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa Kepala daerah (gubernur/bupati/wali kota) adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah.
Dalam melaksanakan kekuasaannya.
kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaan keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan pengaturan pemerintahan daerah, yaitu dalam Undang-Undang mengenai Pemerintahan Daerah.
Hingga muncullah, kerangka paham positivis “gambaran” atau “bayangan” yang sering di sebut Korupsi jangan dijadikan landasan dalam mengambil setiap keputusan, Sehingga nama lain, perbuatan konkrit diatas adalah penggambaran “kejahatan”, yang mengakibatkan tidak perduli apakah gambaran tersebut bertentangan atau tidak dengan etika atau moralitas dalam masyarakat kita dewasa saat ini.
Etika dan moralitas menurut pandangan positivis berada di luar sisi hukum dalam penerapannya
pada sisi lain, cara pandang yang dijadikan dasar untuk mendefinisikan dan memberikan pengertian korupsi pada perundang-undangan kita adalah cara pandang yang didasarkan pada filsafat idealisme, yang hanya mengandalkan dunia ide.
Apa yang ada dalam kepala itulah yang diasumsikan sebagai kebenaran, padahal ide tidak bisa menjawab realitas material yang sesungguhnya terjadi. Dalam perumusan tindak pidana korupsi telah menjadikan ide sebagai kebenaran dan ide itu dipositifkan kedalam undang-undang. Padahal ide banyak hambatannya dalam melihat suatu kebenaran.
Sir Francis Bacon seorang filosof Inggeris, (F.Budi Hardiman, 2004 : 28-29) tidak begitu yakin dengan kebenaran ide, karena ide kadang-kadang terhambat oleh adanya “idola”, yaitu rintangan yang berupa tradisi-tradisi yang merasuki jalan pikiran kita sehingga kita tidak kritis menilai sesuatu.
Di akhir abad 18, Immanuel Kant, filsuf asal Jerman, menulis buku dengan judul zum ewigen Frieden, yang berarti menuju perdamaian abadi. Ide yang cukup penting dalam buku ini adalah tentang kepemimpinan dunia yang di bangun atas dasar prinsip-prinsip rasional yang digunakan secara publik (der öffentliche Gebrauch der Vernunft).
Dengan kata lain, kepemimpinan harus menggunakan pemikiran rasional di dalam setiap pembuatan keputusan. Rasionalitas, atau akal budi, digunakan tidak hanya untuk kepentingan pribadi semata, melainkan juga untuk menata masyarakat.
Penulis: Merupakan mahasiswa jurusan Ilmu Pemerintahan di Universitas Abdurrab Pekanbaru. Serta Bermastautin di Pekanbaru(Riau).
Comment