Minggu,9 Februari 2020
Protap Riau.com,RENGAT,- Terkait tentang status 8 (delapan) orang Pelaku penyelundup rokok tanpa cukai yang, ditangkap oleh jajaran Polres Kabupaten Indragiri Hulu beberapa waktu lalu dan Lantas di serahkan kan Ke kantor Pengawasan Bea dan Cukai (KPBC) Tembilahan, yang Selanjutnya pelaku akhirnya dilepas dan tidak ditahan Oleh KPBC Tembilahan , hal ini menjadi pertanyaan Fraktisi Hukum di Provinsi Riau.
Meski Kepala Kantor Pengawasan Bea dan Cukai (KPBC) Tipe Madya Pabean C Tembilahan, Provinsi Riau Ari Yusuf Wibawa melalui Humasnya Syarif sudah mengklarifikasi.minggu,(9/2/2020).
Dirinya menyatakan dan mengemukakan
Klarifikasi atas perkembangan situasi dan informasi masyarakat di media namun tidak memuaskan Aktifitas Hukum di provinsi Riau Alhamra Ariawan SH MH.
Meski dikatakan Syarif Humas KPBC :
Undang-Undang cukai nomor 39 tahun 2007 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 1995 tentang cukai, pada dasarnya merupakan UU fiskal yang terkait dengan keuangan.
“Rokok sebagai barang kena cukai (BKC) merupakan barang yang menurut pemerintah perlu dikendalikan konsumsinya dan diawasi peredarannya, karena dinilai memiliki dampak negatif bagi masyarakat, sehingga pendekatan yang digunakan negara adalah dengan pengenaan cukai.”Ujarnya.
Karena berasal dari Undang-Undang yang bersifat fiskal,lanjut Syarif. penanganan atas dugaan pelanggaran di bidang cukai memiliki beberapa skema, baik yang sifatnya administratif maupun pidana.
“Terkait dengan pelimpahan perkara BKC ilegal dari polres inhu bulan November 2019, hal ini merupakan bentuk sinergi yg baik antara Bea Cukai dengan kepolisian dalam upaya memerangi peredaran rokok ilegal di wilayah provinsi Riau, khususnya di Kabupaten Inhu, Inhil dan Kuansing” paparnya.
Selanjutnya, Dapat kami sampaikan bahwa pelimpahan perkara yang telah dilaksanakan menjadi bukti permulaan untuk proses gelar perkara awal.
” Kesimpulan dari gelar perkara awal tersebut adalah perlunya Penyelidikan lebih lanjut yang hingga saat ini masih terus kami lakukan, hal ini kami lakukan dengan penuh kehati-hatian agar penanganan perkara dugaan pelanggaran yang berimplikasi Pidana dapat dilaksanakan secara baik dan tidak melanggar ketentuan yang berlaku,”Tambahnya.
Hasil dari gelar perkara awal, termasuk pemeriksaan berkas dan orang (terperiksa) menunjukan bukti permulaan belum cukup untuk dijadikan alat bukti guna meningkatkan penanganan kasusnya menjadi penyidikan, karena berdasarkan KUHAP diperlukan minimal 2 alat bukti yang sah untuk membuktikan pelanggaran pidananya.
Lebih jauh dirinya menyampaikan. Terkait dengan orang (terperiksa) hingga saat ini belum dilakukan penahanan karena penahanan merupakan bagian dari proses penyidikan bagi orang yang diduga sebagai pelaku dengan status tersangka, namun demikian kami telah memiliki identitas terperiksa. Terhadap barang bukti yang ada tetap dilakukan proses administrasi berupa penegakan dan dilanjutkan dengan proses penetapan status barang bukti sebagai Barang Dikuasai Negara (BDN). Tindakan penegakan dan penetapan status BDN merupakan tindakan pengamanan dalam upaya membuat efek jera bagi para pelaku pelanggaran karena para pelaku tidak lagi menguasai barang hasil pelanggaran yang memiliki nilai ekonomis. Proses penyelidikan guna mencari alat bukti lain untuk dapat memenuhi unsur 2 alat bukti yang sah masih terus dilakukan.
“Kami juga memastikan bahwa Bea Cukai Tembilahan selalu bekerja dengan profesional dalam penanganan kasus, mengedepankan prosedur dan aspek hukum, sehingga tidak ada permainan dalam setiap upaya penegakan hukum papar Humas KPBC wilayah Tembilahan ini”Tutupnya
Terpisah Alhamran Ariawan SH MH, menyayangkan kebijakan yang dibuat oleh KPBC Tembilahan ini,sebab.
Dalam Pasal 184 ayat (1)kitab Undang Undang Hukum acara Pidana (KUHAP) disebut kan Bahwa alat bukti yang sah adalah keteragan saksi , keteragan ahli, Surat , petunjuk dan keterangan terdakwa.
Dikatakan Fraktisi Hukum Riau ini, Sehubungan kasus ini adalah tertangkap tangan oleh pihak kepolisian, dimana adanya rokok tanpa cukai sebagai bukti utama, diangkut dengan menggunakan mobil, ada sopir sekaligus sebagai pemilik, mestinya penyidik bea cukai melihat ini sebagai sebuah peristiwa pidana yang sudah sempurna, sebagaimana dimaksud Pasal 184 KUHAP sudah terpenuhi, tinggal memperkuat keterangan ahli,kata Alhamra.
Namun sebagaimana klarifikasi yang disampaikan secara tertulis, sangat wajar publik mempertanyakan soal penerapan hukum yang sedang terjadi apakah disengaja atau ada persoalan lain, sebab soal rokok tanpa cukai yang masuk lewat pelabuhan di wilayah Inhil dan didistribusikan melalui jalur lintas timur baik untuk wilayah Inhu sendiri maupun ke luar Riau via lintas timur sudah bukan barang baru lagi.
Pertanyaan hukumnya bagaimana ke depan jika ada masyarakat melakukan hal yang sama tidak diproses hukum..??? Atau nantinya masyarakat yang diproses hanya kebetulan kena sialnya
‘Untuk itu DPRD Inhu dan Inhil juga perlu bersinergi melakukan pengawasan atas kasus ini” Paparnya..(Kus)
Comment