Rabu, 13 September 2017
Protap riau.com, Pekanbaru – Dalam melakukan penilaian terhadap perekonomian suatu daerah tidak bisa dengan mengukur dari kondisi kekinian, karena parameter ekonomi tidak terjadi sesaat, akan tetapi melalui proses akibat kondisi dan dampak tahunan. Kerja 4 – 5 tahun lalu baru berdampak sekarang dan kerja sekarang baru bisa terlihat 4-5 tahun mendatang.
Kepala Biro Humas, Protokol dan Kerjasama Setdaprov Riau, Muhammad Firdaus mengatakan, bahwa pemerintahan yang dipimpin Gubernur Riau, H Arsyadjuliandi Rachman saat ini pada kenyataannya adalah Pemerintahan Recovery (cuci piring).
“Pak Gubernur bekerja keras untuk menyelesaikan persoalan masa lalu, diantaranya proyek mangkrak Jembatan Siak IV yang memerlukan pembenahan administrasi maupun kajian teknis ulang dan alhamdulillah sudah bisa dilanjutkan,” kata Firdaus, Rabu (14/9/2017).
Kemudian, lanjut Firdaus, mengenai pembayaran utang Main Stadion dan infrastruktur dengan segala persoalan pasca OTT pemerintahan sebelumnya. “Alhamdulillah juga sudah mulai diangsur dan dibayar yang ternyata cukup menguras belanja APBD, bahkan harus merasionalisasi alokasi belanja penting lainnya utk kebutuhan masyarakat,” urainya.
Belum lagi, persoalan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau yang berlarut larut dan menjadi penghambat realisasi investasi.
“Sudah dibahas dan dikoordinasi bertahun-tahun yang lalu dan alhamdulillah sudah ada kemajuan tinggal pengesahan,” tegasnya.
Dan masih banyak lagi, kata Firdaus, yaitu puluhan beban akibat pembiaran kasus masa lalu yang incrach kalah dipengadila dan harus diurus Pemerintahan Andi Rachman, diantaranya kasus tanah UNRI, tanah eks Kanwil Pariwisata dan hutang-hutang Pasca PON pemerintahan sebelumnya.
“Itu semua beban pemerintahan saat ini. Persoalannya bagi Pemerintahan Andi Rachman bukan hanya membayar, tapi berat dan harus hati-hati menyelesaikan administrasinya, masalah teknisnya, dampak turinanannya. Itu semua dengan komitmen ikhlas membenahi dan membangun Riau,” tegasnya lagi.
Melihat dan membandingkan perekonomian Riau juga tidak se-sederhana yang dipikirkan. Memang perekonomian Riau sudah terbangun dan ditopang sektor migas, pertanian, perkebunan dan pertambangan.
Namun, itu semua sangat rentan dengan pengaruh harga pasar global. Dampak nya sangat terasa bagi Indonesia, tentunya karena Riau share terbesar di sektor-sektor itu, maka Riau yg paling terdampak kontraksi perekonomian.
Hal ini juga dapat dilihat dari analisis sektoral, dengan menyampingkan sektor Migas, artinya kalau perekonomian Riau tanpa migas angka pertumbuhannya mencapai 4,37 persen YoY. Itu masih dipengaruhi konstraksi sektor Pertanian dan perkebunan yang kontribusinya terhadap perekonomian cukup besar.
“Pemerintahan Andi Rachman sudah berhasil dan terus mendorong pertumbuhan sektor jasa untuk menopang perekonomian daerah agar lebih berdaya tahan,” ucapnya.
Bahkan, hasil terakhir analisis BI diperkirakan mulai triwulan III tahun 2017 perekonomian Riau mulai membaik karena ditopang permintaan domistik yang kuat dg perkiraan pertumbuhan ekonomi dg migas sekitar 3, 19 persen YoY yang didukung peningkatan kobsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah di akhir tahun dan peninglatan ekspor.
Perlu diketahui juga bahwa Perekonomian Riau memberikan share terbesar kelima nasional (5,04 persen) bersama sama DKI Jakarta (17,36 persen), Jawa Timur (14,60 persen), Jawa Barat (13,13 persen) dan Jawa Tengah (8,6 persen), artinya andil ekonomi Riau terbesar pertama di Sumatera atau luar jawa.
“Kalau membandingkan sesuatu itu mestinya apple to apple. Kalau membandingkan ekonomi Riau kurang tepat dengan Sumbar, Jambi dan provinsi yang berbeda potensi dan keunggulannya. Bandingan Riau adalah Kaltim dan ternyata kinerja ekonominya hampir sama dengan Riau. Bahkan untuk indikator-indikator tertentu Riau lebih Unggul,” urainya.
Untuk diketahui dan dimengerti, bahwa Serapan APBD Riau sudah membaik. Dari 63 persen tahun 2014, 68 persen tahun 2015 menjadi 84, 19 persen tahun 2016. Hasil itu semua dg kerja keras, memacu program sambil membenahi masalah-masalah masa lalu. “Alhamdulillah perencanaan, penganggaran dan pengelolaan asset yang diurus Pemerintahan Andi Rachman sudah kembali ke track (on the track). Pengelolaan asset dari kondisi amburadul, tidak terinventarisasi, tidak terurus, tidak tertib. Saat ini sudah mulai tertib,” katanya lagi.
Bahkan, yang sebelumnya belum ada nilai buku yang valid, bertahap dibenahi dari nilai perolehan 9 T tahun 2015, 25 T tahun 2016 dan hasil LHP BPK tahun 2017 tercatat dan tervalidasi 33 T. “Itu semua adalah kerja Recovery yg membutuhkan kesungguhan dengan niat tulus ikhlas membenahi administrasi pemerintahan agar bisa membangun lebih baik selanjutnya,” tandasnya. (Adv/Gc/Dk)
Comment